Sabtu, Agustus 04, 2012

MENULIKAN TELINGA DARI UCAPAN MEMATIKAN

Ketika kehidupan berjalan secara alami bagi sekelompok katak yang saling berkejaran di antara pepohonan hutan. Namun, malang nian nasib dua ekor katak yang jatuh ke lubang air yang cukup dalam. Semua katak melihat nasib kedua temannya yang malang itu. Mereka hanya bisa menaruh kasihan karena mereka tidak mungkin menolong. Lubang itu terlalu dalam.

Mereka menyeruh kepada dua katak yang terjerambab ke dalam lubang untuk pasrah dengan kematian. Cukuplah hari-hari yang telah dilalui sebagai kenangan hidupnya. Karena, sebesar apa pun usaha yang mereka lakukan, tidak akan mampu menyelamatkan diri mereka.

Kedua katak itu tidak
mendengarkan seruan teman-temannya, mereka terus meloncat-loncat, berusaha untuk menyelamatkan diri dari kubangan yang mematikan. Akan tetapi, usaha mereka sia-sia belaka. Bersamaan dengan itu, katak-katak yang lain terus menyeru agar mereka menghentikan usaha untuk menyelamatkan diri dan menerima nasibnya dengan keadaan yang ada dan mati dalam kebisuan.

Namun, katak yang satu lagi pantang menyerah. Ia terus melompat dan melompat. Katak-katak yang ada di atas menyerunya untuk menyerah saja dan menerima kematian dengan tenang. Akan tetapi,
ia tidak menghiraukannya, dan ia terus berusaha untuk menyelamatkan diri dengan melompat-lompat. Akhirnya, ia sampai juga ke pinggir lubang dan selamat. Ia berhasil meraih kebebasannya, setelah semua katak menyangka bahwa dirinya tinggal menjemput kematian. 

Semua katak mengerumuni katak yang selamat ini. Mereka bertanya-tanya kepadanya dalam keheranan, alangkah hebatnya usaha yang kamu lakukan! Bagaimana kamu bisa naik ke atas? Bagaimana kamu tidak putus asa, padahal kami terus menyeru agar kamu pasrah dengan keadaan dan tidak berusaha untuk menyelamatkan diri?

Kemudian, katak yang selamat itu menceritakan pada teman-temannya dengan nada ringan bahwa dirinya memiliki sedikit gangguan dalam pendengaran. Ia tidak bisa mendengar dengan baik apa yang mereka serukan, saat dirinya berada dibawah luabang.

Seruan katak-katak lain tidak bisa didengarnya dengan baik sehingga dirinya tidak terpengaruh. Bahkan sebaliknya, ia mengira bahwa seruan dari jeritan teman-temannya adalah sebuah support terhadap dirinya jangan sampai pasrah dan putus asa. Ia mengaku pada mereka bahwa hal itu yang meberikan pengaruh kepada dirinya untuk terus berusaha menyelamatkan diri dari kubangan kematian.


Wahai saudara-saudaraku yang berbahagia.

Meskipun lisan adalah anggota tubuh yang kecil, namun ia bisa menghancurkan tekad yang membara dalam diri pemiliknya, memangkas niat yang ada, mematikan impian, dan menciutkan keahlian serta kemampuan.
Berapa banyak manusia yang memiliki keahlian namun keahlian itu tidak berkembang, karena tidak ada orang yang mensupportnya. Selain itu, dia harus berhadapan dengan banyak lisan yang menghancurkan kepercayaan dirinya.

Ada dua pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini. Pertama, jangan biarkan orang lain melawan Anda dengan membunuh karakter Anda, baik dengan perkataannya yang menusuk harga diri atau kritik yang menghancurkan. Kabarkan pada semua orang bahwa diri Anda tidak menerima kehancuran dan bangunan jiwa Anda tersusun kokoh. Jangan biarkan orang lain menghancurkan atau merongrong harga diri Anda.

Dan yang kedua, jadikanlah diri Anda layaknya tetesan air bagi orang lain yang kehausan dan mendorong kepercayaan diri orang-orang yang Anda kenal. Jadilah orang yang memiliki sikap yang mensupport kemajuan, kata-kata yang mendongkrak semangat, dan ruh indah, yang mengharapkan kesuksesan serta kebahagiaan bagi semua orang. Berikanlah harapan, tebarkanlah keoptimisan, dan tanamkanlah kepercayaan diri.

Jadilah seperti fajar yang menyingsing dengan membawa sinarnya, hari barunya, dan kesyahduannya.

Sumber: Buku "IDE KECIL UNTUK PERUBAHAN BESAR" karya Karim Asy-Syadzily

Tidak ada komentar:

Posting Komentar